header image

‘Membeli’ Kebahagiaan

Posted by: | October 4, 2012 Comments Off on ‘Membeli’ Kebahagiaan |

Anak adalah titipan Tuhan dan sekaligus amanah dariNya. Tetapi karena kesibukan kita mencari nafkah untuk keluarga sehari-hari sampai-sampai kita tidak dapat menyediakan sedikit waktu untuk sekedar memperhatikan hak seorang anak untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang dari seorang ayah atau ibunya. Mungkin dari kisah berikut ini ada hikmah yang dapat kita ambil sebagai cermin bagi kita semua.

Seperti biasa Budi, Kepala Cabang di sebuah bank swasta terkemuka di Yogyakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Farah, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

Kok, belum tidur sayang?” sapa Budi sambil mencium anaknya.

Biasanya Farah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Farah menjawab, “Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?

Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?

Ah, enggak. Pengen tahu aja” ucap Farah singkat.

Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?

Farah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Budi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Farah berlari mengikutinya. “Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong” katanya.

Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur” perintah Budi
Tetapi Farah tidak beranjak. Farah kembali bertanya, “Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?

Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah“.

Tapi Papa…….

Kesabaran Budi mulai habis. “Papa bilang tidur !” hardiknya mengejutkan Farah. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Budi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Farah di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Farah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Budi berkata, “Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Farah. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih” kata Budi.

Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini“kata Farah lirih.

Iya, iya, tapi buat apa ?” tanya Budi lembut.

Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja… Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa” kata Farah polos.

Budi kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Disudut matanya mengalir air jernih menetes diatas kepala gadis kecilnya itu. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya.

Sumber:
http://imampriestian.blogspot.com/

under: Inspirasi Hidup, Renungan

Categories