header image

Ular Tangga dan Lemparan Dadu

Posted by: | April 11, 2012 Comments Off on Ular Tangga dan Lemparan Dadu |

Ketika saya pulang dari kuliah, saya terhenti di traffic light dekat POM bensin Sagan. Seorang wanita empat puluh tahunan mengenakan penutup kepala kain yang agak besar duduk dibawah traffic light sambil menengadahkan tangan meminta belas kasihan. Dalam kondisi hujan gerimis, wanita itu mengatung-atungkan tangannya. Satu, dua keping uang receh dilempar beberapa pengendara motor ke arah wanita itu. Ada juga yang memberi lembaran ribuan.

Duuuh……dalam hati merasa iba juga. Tapi, kalau di ingat, sudah sekian tahun yang lalu saya melihat wanita itu melakukan hal yang sama. Tetap meminta belas kasihan orang, ditempat itu, dengan cara seperti itu…apakah tidak ada keinginan untuk bekerja di tempat lain yang lebih baik dan lebih berharga…???

Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi anak saya yang kelas 3 SD punya petunjuknya. Saat saya sedang bermain berdua dengannya, memainkan permainan jaman dulu yang sekarang mungkin sudah jarang dimainkan anak-anak, yaitu permainan Ular Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan mulai bosan, saya meraih lembaran-lembaran foto kopian bahan kuliah dan mulai membaca-baca.

Ayo jalan Bi! Giliran Abi… Kalau nggak jalan juga, Abi nggak akan naik, di situ terus, dan mainnya nggak selesai-selesai…” Celetuk anak saya membuyarkan konsentrasi bacaan saya…padahal baru membaca materi kuliah Filsafat Ilmu, perlu konsentrasi tinggi..hee

Saya tersadar…

Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.

Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah. Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan. Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah-lah yang mengatur.

Dan disitulah nasib. Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah melempar dadu. Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana. Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan permainannya.

Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali.Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga. Perbedaan antara orang yang optimis dan pesimis adalah bila keduanya sama-sama menemui kegagalan, Si Pesimis akan menemukan kekecewaan sedang Sang Optimis akan mendapatkan harapan baru.

Sumber:
http://asia.groups.yahoo.com/group/mpnr-b-uny-2011/

under: Inspirasi Hidup, Renungan

Categories